Kamis, 18 Juni 2020

I Return

I Return


“Yuri,,”

Entah kenapa mendengar nama itu Reisya refleks menoleh. Reisya memandang lekat. Yuri. Berasal dari keluarga yang tajir. Memiliki tampang rupawan. Sikap yang dermawan. Ditambah otak yang brilian. Itu membuatnya menjadi sosok idaman. Dan tanpa sadar Reisya membandingkan kenyataan itu dengan dirinya. Satu-satunya yang bisa dia banggakan hanyalah tingkat intelegensi yang lumayan. Yah itupun dia masih di bawah Yuri.

Reisya menghela napas ‘Tuhan, kenapa dia mendapat kehidupan yang sempurna?’

***

Pandangan Reisya tertuju ke lapangan basket. Seseorang melambai kepadanya. Nando. Dan seketika senyum Reisya langsung mengembang. Kenyataan lain yang membuatnya bersyukur adalah dia memiliki Nando.

“Gimana permainan aku? Keren kaan?” Nando menghampiri Reisya.

Reisya mengangguk seraya menyerahkan botol air mineral, “Pacarku emang paling keren” Reisya menunjukkan dua ibu jarinya.

Nando langsung mengacak-acak rambut Reisya gemas.

“Oh, ya nanti kamu ikut field trip, kan?”

Pertanyaan yang sepele. Tapi tidak bagi Reisya. Dia hanya diam. Tak tahu harus bereaksi seperti apa.

***

Reisya menggenggam erat surat pemberitahuan field trip dari sekolahnya. Dengan ragu, Reisya memberanikan diri untuk bertanya pada kakaknya.

“Ngapain, Teh?” Reisya mulai berbasa-basi melihat Kakaknya sibuk dengan buku besar.

“Biasa lah, Rei. Ngitungin sisa utang Ayah kamu ke lintah darat” jawab Rose, Kakaknya, dengan tampang kesal.

“Emang masih belum lunas juga, Teh?”

“Gimana mau lunas? Ayah kamu utang dari satu lintah darat ke lintah darat yang lain. Belum lagi bunga yang bisa sampai 100%” Rose geleng-geleng frustasi.

Mendengar jawaban sang Kakak Reisya tahu bahwa masalah field trip sama sekali tidak memiliki urgensi. Reisya melipat surat pemberitahuan dan menyelipkannya di bawah kasur tempat tidur.

“Teh Reisyaaa, nanti aku mau bawa bekel nasi ketawa lagi yaa” suara si mungil Rania, adik Reisya, langsung membuat Reisya tersenyum.

“Siap, Boss!”

***

“Rei, itu orangtua lo kan?” Yuri tiba-tiba saja menghampiri Reisya.

Reisya memberikan Yuri tatapan tajam.

Ada tiga alasan untuk membenci seseorang. Pertama, melihat seseorang yang selalu meniru apa yang kita lakukan. Kedua, melihat seseorang yang bisa melakukan apa yang tidak bisa kita lakukan. Ketiga, benci tanpa alasan. Dan itulah yang dirasakan Reisya setiap melihat Yuri.

Tanpa berterimakasih, Reisya langsung meninggalkan Yuri, setengah berlari menghampiri kedua orangtuanya yang berdiri canggung di pelataran parkir.

“Ayah sama Bunda ngapain ke sini, sih?” Reisya langsung menunjukkan rasa tidak sukanya.

“Tadi Bunda lihat ini” Bunda menyodorkan lipatan kertas. Surat pemberitahuan field trip!

“Ayah sama Bunda mau ngomong sama guru kamu, minta keringanan,,”

“Keringanan?? Kalau gitu harusnya Ayah sama Bunda jangan pernah dateng ke sekolah Reisya!”

“Reisya...” Bunda sudah berurai air mata “Ayah sama Bunda cuma mau tau sekolah Reisya kayak gimana...”

“Reisya sama sekali gak berharap Ayah sama Bunda datang! Reisya gak suka! Reisya benci! Reisya mau punya orangtua kayak orangtua Yuri yang bisa dibanggain, bukan yang bisa malu-maluin....” Dan Reisya mengakhiri isi hatinya sambil menangis. Apalagi melihat ekspresi sedih kedua orangtuanya.

“Kalau begitu Ayah sama Bunda minta maaf. Mulai sekarang kamu bisa mencari orangtua yang bisa kamu banggakan. Semoga kamu tidak menyesali hari ini” suara Ayah terdengar dalam. Reisya tahu itu artinya Ayah berusaha menahan marah. “Ayok Bun”

Reisya melihat sosok orangtuanya yang mulai menjauh, menaikki angkutan umum. Tanpa dia sadari, seseorang memperhatikannya dari kejauhan.

***

Reisya membuka matanya. Dan langsung panik mengetahui dia terbangun ditempat asing. Reisya memandangi seluruh isi kamar bernuansa pink itu, dan tatapannya terhenti pada foto sosok yang sangat dibencinya. ‘ngapain gue di kamar Yuri?’ Reisya tak habis pikir.

Suara ketukan pintu membuatnya berjingkat kaget.

“Yuri, ayok sarapan. Kasian Papa udah nungguin dari tadi” sesosok wanita muda cantik muncul dari balik pintu.

‘Yuri? Gue? Gue Yuri? Ini bukan mimpi kan??’ seketika perasaan senang menjalari hati Reisya.

Dengan kikuk, Reisya mengikuti sosok wanita cantik turun ke bawah. Dan dilihatlah seoarang pria tampan nan atletis. Papa Yuri.

Reisya mencoba untuk tersenyum dan bersiap menyapanya “ Pa....”

PLAK!!!

Belum selesai kata-kata Reisya sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.

***

Sudah seminggu Reisya menjalani kehidupan sebagai Yuri. Dan ternyata kehidupan Yuri jauh dari kata bahagia. Ayahnya yang berterampen kasar selalu meluapkan amarahnya dengan menyakiti Yuri dan Mamanya. Reisya sama sekali tidak menyangka. ‘Bunda, Reisya mau pulang...’

***

Reisya mencari Nando. Ya setidaknya dia butuh seseorang yang bisa diajak bicara. Dan dia menemukan Nando sedang bersama dirinya. Yah dia. Tapi itu bukan dia. Yuri dengan sosok dirinya. Melihat kenyataan itu Reisya langsung hilang kendali.

“Ngapain lo ama pacar gue?!” Reisya langsung mendorong Yuri dengan keras, membuat Yuri terjatuh.

“Lo, kenapa sih?!” Nando langsung balas mendorong Reisya dan mencoba membantu Yuri berdiri. “ dan gue gak pernah merasa pacaran sama lo. Pacar gue dia,” Nando menatap Yuri, “ Reisya!”

“Nando, dia bukan Reisya! Dia Yuri. Aku Reisya.” Reisya mencoba menjelaskan dengan frustasi.

Dan hampir semua penghuni sekolah memandangnya heran. “Gue Reisya, kenapa kalian gak ada yang percaya?” Reisya terduduk seraya menangis tersedu.

***

Tanpa Reisya sadari dia sudah berada di jalan raya. Bolos. Tentu saja. Suasana sekolah sama sekali tak membuat Reisya nyaman. Lelah karena sudah berjalan terlalu lama, Reisya langsung duduk di trotoar. Belum sempat bernapas lega, tiba-tiba saja petugas satpol PP menyeretnya naik mobil. Reisya merasa sama sekali tak memiliki energi untuk berontak.

Di dalam mobil sudah ada penghuni lain. Seragamnya sama seperti Reisya.

“Mau kabur?” cowok aneh di dalam mobil menyodorkan tangan. Dan entah bagaimana Reisya menyambut uluran tangan itu.

“Hitungan ketiga loncat ya,”

“Hah?” Reisya tak habis pikir dengan ide konyol itu. Loncat dari mobil yang melaju?

Meski begitu, Reisya melompat mengikuti si cowok aneh. Pendaratan yang tidak sempurna membuat Reisya terkilir.

“Ngapaiiiin diem??” si cowok aneh yang tadi sudah berlari didepannya kembali.

“Kaki gue sakit” Reisya meringis menahan nyeri.

“Naik” cowok aneh langsung berjongkok di depan Reisya.

Reisya hanya diam mematung.

“Naik atau gue tinggal?” dan ancaman itu ampuh membuat Reisya naik ke punggung lebar si cowok aneh.

***

“Kita mau kemana sih?” Reisya akhirnya tak tahan untuk tidak bertanya.

“Rumah lo”

“Lo tau rumah gue?” Reisya langsung ngeri membayangkan reaksi Papa Yuri.

“Enggak”

Keheningan kembali meliputi keduanya.

“Sampai kapan kita muter-muter di sini?” Reisya kembali bertanya.

“Sampai lo kasih tau gue dimana lo tinggal”

“Kalau gue gak mau kasih tau?”

“Lo mau tidur bareng gue?” cowok aneh malah balik bertanya.

“Turunin gue sekarang” Reisya langsung bergidik dengan pertanyaan cowok aneh itu.

Tanpa protes, cowok aneh itu menurunkan Reisya. “Yakin, udah bisa jalan?”

Reisya hanya berjalan pelan tanpa memedulikan cowok itu.

***

Sudah larut malam. Jalanan benar-benar lenggang. Dan Reisya mematung di depan sebuah rumah. Rumahnya. Setelah menarik napas panjang, Reisya mengetuk pintu rumah sekuat yang dia bisa.

“Ayaaah, Bundaaaa,”

Dan setelah sekian lama Reisya menggedor pintu dan berteriak, pintu didepannya terbuka. Bunda.

 “Ini Reisya. Anak Bunda,,,” jawab Reisya tercekat.

Jawaban Reisya membuat pintu kembali tertutup.

“Siapa, Bun?” suara Ayah terdengar di balik pintu.

“Gatau. Orang gila kayaknya. Ngaku-ngaku jadi Reisya segala.”

“Ganggu orang tidur saja”

Dan suara-suara itu semakin terdengar kecil hingga hilang sama sekali.

Reisya masih mematung ditempatnya. “ Ini Reisya...” dan air matanya kembali jatuh untuk kesekian kali.

***

2.922 hari sejak Reisya menjalani kehidupan sebagai Yuri. Dan selama itu, tak sedetikpun dia lupa keluarganya. Apalagi Ayah dan Bunda.

“Dok, ini jadwal untuk operasi pekan ini” suara perawat membuat Reisya tersadar dari lamunanya.

Reisya mulai membaca data pasien yang akan dia operasi. Dan langsung tertegun begitu membuka data pasien pertama.

“Bunda?”

Tanpa pikir panjang Reisya langsung bergegas menuju bangsal Bundanya dirawat. Reisya menghentikan langkahnya di depan pintu. Di dalam tampak, Ayah, Kakak dan Bunda. Bunda tampak sangat kurus dan lemah. Ayah sudah beruban. Perasaan Reisya campur aduk. Tapi dia tak melihat Yuri. Dimana dia?

Dan pertanyaan Reisya terjawab beberapa jam kemudian. Dia melihat Yuri dengan tubuh dirinya sedang asik menikmati makan malam sambil tertawa bersama Kak Rose. “Dasar makhluk tak tahu diri!” Reisya tidak tahan untuk tidak mengumpat.

***

Hari operasi.

Reisya mondar-mandir dengan panik. Ini memang bukan operasi pertamanya. Tapi ini adalah kali pertama dia harus mengoperasi keluarganya. ‘Apa aku bisa selamatin Bunda?’

Merasa kalut, Reisya menuju tempat persembunyiannya. Ruangan bawah tangga. Dan Reisya justru mendapati pemandangan tak terduga. Yuri yang semalam terlihat ceria, sekarang sedang menangis tersedu-sedu di depannya. Tentu saja Reisya sadar itu bukan pertunjukan. Jika Yuri memang ingin mendapat simpati, dia tidak akan menangis di tempat sepi seperti ini.

Reisya langsung berbalik pergi. Bersiap memulai operasi. Berusaha terlihat percaya diri, Reisya langsung memakai jubah operasi, dan masuk ruang operasinya.

“Hari ini saya akan memimpin operasi di ruangan ini” Reisya langsung disambut dengan pemberitahuan mengejutkan.

“Tapi, kenapa?” Reisya tak habis pikir. Ini ruang operasinya.

“Karena saya yakin hasilnya akan jauh lebih baik” dan jawaban itu membuat Reisya membeku. Si Cowok Aneh.

Dokter tersebut berjalan mendekati Reisya. “Bukan begitu dokter Reisya?” bisiknya tepat di telinga Reisya, membuat bulu kuduk Reisya berdiri.

***

Setelah berkeras untuk ambil bagian dalam proses operasi, akhirnya Reisya harus puas dengan menjadi bagian anestesi. Dan setelah dua jam, operasi Bunda akhirnya selesai dengan sukses. Membuat Reisya bisa bernapas lega.

Reisya keluar bangsal operasi. Lagi, dia melihat Yuri yang tampak pucat sambil memelik kain milik Bunda.

“Rei, makan dulu ya, nanti kamu ikutan sakit”

Yuri menggeleng.” Aku mau pastiin Bunda baik-baik aja,,,” 

Melihatnya, Reisya ikut meneteskan air mata. “Aku pastiin Bunda akan baik-baik aja, Yuri,,”

***

Sudah beberapa hari semenjak Bunda menjalani proses operasi. Dan Reisya selalu mengamati perkembangan kesehatan Bunda dari jauh. Reisya membeli beberapa buah-buahan untuk dititipkan kepada perawat yang piket di bangsal Bunda.

“Yuri, kan?” sebuah suara menghentikan langkah Reisya. Tampak di depannya Yuri dengan tubuh dirinya.

Reisya melempar senyum tulus, mendekati Yuri. Dan tanpa ragu sediktpun langsung memeluknya. “Gue minta maaf” Reisya mengulang kata itu berkali-kali seperti kaset yang rusak. ”Makasih udah jadi Reisya. Makasih udah jagain Bunda juga”

Yuri balas memeluknya. Dan mereka berpelukan dalam tangis hingga beberapa waktu.

***

“Rei ini surat apa?”

Suara Bunda. Reisya langsung membuka mata. Dan benar saja. Sosok yang selama ini dirindukannya muncul bersama si kecil Rania.

“Bunda?”

“Ini surat apaan sih? Tulisannya ada bahasa inggrisnya, Bunda nggak ngerti”

“Ini beneran Bunda kan? Beneran Rania?” Reisya mengeluarkan pertanyaan yang membuat dua orang di depannya mengerutkan dahi.

Reisya langsung mencari cermin. “Aku beneran Reisya!” serunya senang saat melihat bayangan di cermin. “ Bundaaaaaa” Reisya kembali berlari ke arah Bunda dan memeluknya. “ Bunda, Reisya kembali”

“Kamu kenapa sih?” Bunda semakin heran.

“Bunda. Mulai sekarang Reisya janji bakal nurut sama Bunda. Reisya cuma mau jadi anak Ayah sama Bunda. Jadi adeknya Kak Rose. Jadi Kakaknya Rania. Reisya cuma mau terus jadi Reisya,” dan tanpa menghiraukan keheranan Bunda, Reisya terus memeluk Bunda dengan erat.

 

 



EmoticonEmoticon