I
Return
“Yuri,,”
Entah kenapa mendengar nama itu
Reisya refleks menoleh. Reisya memandang lekat. Yuri. Berasal dari keluarga
yang tajir. Memiliki tampang rupawan. Sikap yang dermawan. Ditambah otak yang
brilian. Itu membuatnya menjadi sosok idaman. Dan tanpa sadar Reisya
membandingkan kenyataan itu dengan dirinya. Satu-satunya yang bisa dia
banggakan hanyalah tingkat intelegensi yang lumayan. Yah itupun dia masih di
bawah Yuri.
Reisya menghela napas ‘Tuhan,
kenapa dia mendapat kehidupan yang sempurna?’
***
Pandangan Reisya tertuju ke
lapangan basket. Seseorang melambai kepadanya. Nando. Dan seketika senyum
Reisya langsung mengembang. Kenyataan lain yang membuatnya bersyukur adalah dia
memiliki Nando.
“Gimana permainan aku? Keren kaan?”
Nando menghampiri Reisya.
Reisya mengangguk seraya
menyerahkan botol air mineral, “Pacarku emang paling keren” Reisya menunjukkan
dua ibu jarinya.
Nando langsung mengacak-acak rambut
Reisya gemas.
“Oh, ya nanti kamu ikut field trip, kan?”
Pertanyaan yang sepele. Tapi tidak
bagi Reisya. Dia hanya diam. Tak tahu harus bereaksi seperti apa.
***
Reisya menggenggam erat surat
pemberitahuan field trip dari
sekolahnya. Dengan ragu, Reisya memberanikan diri untuk bertanya pada kakaknya.
“Ngapain, Teh?” Reisya mulai
berbasa-basi melihat Kakaknya sibuk dengan buku besar.
“Biasa lah, Rei. Ngitungin sisa
utang Ayah kamu ke lintah darat” jawab Rose, Kakaknya, dengan tampang kesal.
“Emang masih belum lunas juga,
Teh?”
“Gimana mau lunas? Ayah kamu utang
dari satu lintah darat ke lintah darat yang lain. Belum lagi bunga yang bisa
sampai 100%” Rose geleng-geleng frustasi.
Mendengar jawaban sang Kakak Reisya
tahu bahwa masalah field trip sama sekali tidak memiliki urgensi. Reisya
melipat surat pemberitahuan dan menyelipkannya di bawah kasur tempat tidur.
“Teh Reisyaaa, nanti aku mau bawa
bekel nasi ketawa lagi yaa” suara si mungil Rania, adik Reisya, langsung
membuat Reisya tersenyum.
“Siap, Boss!”
***
“Rei, itu orangtua lo kan?” Yuri
tiba-tiba saja menghampiri Reisya.
Reisya memberikan Yuri tatapan
tajam.
Ada tiga alasan untuk membenci
seseorang. Pertama, melihat seseorang yang selalu meniru apa yang kita lakukan.
Kedua, melihat seseorang yang bisa melakukan apa yang tidak bisa kita lakukan.
Ketiga, benci tanpa alasan. Dan itulah yang dirasakan Reisya setiap melihat
Yuri.
Tanpa berterimakasih, Reisya
langsung meninggalkan Yuri, setengah berlari menghampiri kedua orangtuanya yang
berdiri canggung di pelataran parkir.
“Ayah sama Bunda ngapain ke sini,
sih?” Reisya langsung menunjukkan rasa tidak sukanya.
“Tadi Bunda lihat ini” Bunda
menyodorkan lipatan kertas. Surat pemberitahuan field trip!
“Ayah sama Bunda mau ngomong sama
guru kamu, minta keringanan,,”
“Keringanan?? Kalau gitu harusnya
Ayah sama Bunda jangan pernah dateng ke sekolah Reisya!”
“Reisya...” Bunda sudah berurai air
mata “Ayah sama Bunda cuma mau tau sekolah Reisya kayak gimana...”
“Reisya sama sekali gak berharap
Ayah sama Bunda datang! Reisya gak suka! Reisya benci! Reisya mau punya
orangtua kayak orangtua Yuri yang bisa dibanggain, bukan yang bisa
malu-maluin....” Dan Reisya mengakhiri isi hatinya sambil menangis. Apalagi
melihat ekspresi sedih kedua orangtuanya.
“Kalau begitu Ayah sama Bunda minta
maaf. Mulai sekarang kamu bisa mencari orangtua yang bisa kamu banggakan.
Semoga kamu tidak menyesali hari ini” suara Ayah terdengar dalam. Reisya tahu
itu artinya Ayah berusaha menahan marah. “Ayok Bun”
Reisya melihat sosok orangtuanya
yang mulai menjauh, menaikki angkutan umum. Tanpa dia sadari, seseorang
memperhatikannya dari kejauhan.
***
Reisya membuka matanya. Dan
langsung panik mengetahui dia terbangun ditempat asing. Reisya memandangi
seluruh isi kamar bernuansa pink itu, dan tatapannya terhenti pada foto sosok
yang sangat dibencinya. ‘ngapain gue di kamar Yuri?’ Reisya tak habis pikir.
Suara ketukan pintu membuatnya
berjingkat kaget.
“Yuri, ayok sarapan. Kasian Papa
udah nungguin dari tadi” sesosok wanita muda cantik muncul dari balik pintu.
‘Yuri? Gue? Gue Yuri? Ini bukan
mimpi kan??’ seketika perasaan senang menjalari hati Reisya.
Dengan kikuk, Reisya mengikuti
sosok wanita cantik turun ke bawah. Dan dilihatlah seoarang pria tampan nan
atletis. Papa Yuri.
Reisya mencoba untuk tersenyum dan
bersiap menyapanya “ Pa....”
PLAK!!!
Belum selesai kata-kata Reisya
sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.
***
Sudah seminggu Reisya menjalani
kehidupan sebagai Yuri. Dan ternyata kehidupan Yuri jauh dari kata bahagia.
Ayahnya yang berterampen kasar selalu meluapkan amarahnya dengan menyakiti Yuri
dan Mamanya. Reisya sama sekali tidak menyangka. ‘Bunda, Reisya mau pulang...’
***
Reisya mencari Nando. Ya setidaknya
dia butuh seseorang yang bisa diajak bicara. Dan dia menemukan Nando sedang
bersama dirinya. Yah dia. Tapi itu bukan dia. Yuri dengan sosok dirinya.
Melihat kenyataan itu Reisya langsung hilang kendali.
“Ngapain lo ama pacar gue?!” Reisya
langsung mendorong Yuri dengan keras, membuat Yuri terjatuh.
“Lo, kenapa sih?!” Nando langsung
balas mendorong Reisya dan mencoba membantu Yuri berdiri. “ dan gue gak pernah
merasa pacaran sama lo. Pacar gue dia,” Nando menatap Yuri, “ Reisya!”
“Nando, dia bukan Reisya! Dia Yuri.
Aku Reisya.” Reisya mencoba menjelaskan dengan frustasi.
Dan hampir semua penghuni sekolah
memandangnya heran. “Gue Reisya, kenapa kalian gak ada yang percaya?” Reisya
terduduk seraya menangis tersedu.
***
Tanpa Reisya sadari dia sudah
berada di jalan raya. Bolos. Tentu saja. Suasana sekolah sama sekali tak
membuat Reisya nyaman. Lelah karena sudah berjalan terlalu lama, Reisya
langsung duduk di trotoar. Belum sempat bernapas lega, tiba-tiba saja petugas
satpol PP menyeretnya naik mobil. Reisya merasa sama sekali tak memiliki energi
untuk berontak.
Di dalam mobil sudah ada penghuni
lain. Seragamnya sama seperti Reisya.
“Mau kabur?” cowok aneh di dalam
mobil menyodorkan tangan. Dan entah bagaimana Reisya menyambut uluran tangan
itu.
“Hitungan ketiga loncat ya,”
“Hah?” Reisya tak habis pikir
dengan ide konyol itu. Loncat dari mobil yang melaju?
Meski begitu, Reisya melompat
mengikuti si cowok aneh. Pendaratan yang tidak sempurna membuat Reisya
terkilir.
“Ngapaiiiin diem??” si cowok aneh
yang tadi sudah berlari didepannya kembali.
“Kaki gue sakit” Reisya meringis
menahan nyeri.
“Naik” cowok aneh langsung
berjongkok di depan Reisya.
Reisya hanya diam mematung.
“Naik atau gue tinggal?” dan
ancaman itu ampuh membuat Reisya naik ke punggung lebar si cowok aneh.
***
“Kita mau kemana sih?” Reisya
akhirnya tak tahan untuk tidak bertanya.
“Rumah lo”
“Lo tau rumah gue?” Reisya langsung
ngeri membayangkan reaksi Papa Yuri.
“Enggak”
Keheningan kembali meliputi
keduanya.
“Sampai kapan kita muter-muter di
sini?” Reisya kembali bertanya.
“Sampai lo kasih tau gue dimana lo
tinggal”
“Kalau gue gak mau kasih tau?”
“Lo mau tidur bareng gue?” cowok
aneh malah balik bertanya.
“Turunin gue sekarang” Reisya
langsung bergidik dengan pertanyaan cowok aneh itu.
Tanpa protes, cowok aneh itu
menurunkan Reisya. “Yakin, udah bisa jalan?”
Reisya hanya berjalan pelan tanpa
memedulikan cowok itu.
***
Sudah larut malam. Jalanan benar-benar
lenggang. Dan Reisya mematung di depan sebuah rumah. Rumahnya. Setelah menarik
napas panjang, Reisya mengetuk pintu rumah sekuat yang dia bisa.
“Ayaaah, Bundaaaa,”
Dan setelah sekian lama Reisya
menggedor pintu dan berteriak, pintu didepannya terbuka. Bunda.
“Ini Reisya. Anak Bunda,,,” jawab Reisya
tercekat.
Jawaban Reisya membuat pintu
kembali tertutup.
“Siapa, Bun?” suara Ayah terdengar
di balik pintu.
“Gatau. Orang gila kayaknya.
Ngaku-ngaku jadi Reisya segala.”
“Ganggu orang tidur saja”
Dan suara-suara itu semakin
terdengar kecil hingga hilang sama sekali.
Reisya masih mematung ditempatnya.
“ Ini Reisya...” dan air matanya kembali jatuh untuk kesekian kali.
***
2.922 hari sejak Reisya menjalani
kehidupan sebagai Yuri. Dan selama itu, tak sedetikpun dia lupa keluarganya.
Apalagi Ayah dan Bunda.
“Dok, ini jadwal untuk operasi
pekan ini” suara perawat membuat Reisya tersadar dari lamunanya.
Reisya mulai membaca data pasien
yang akan dia operasi. Dan langsung tertegun begitu membuka data pasien
pertama.
“Bunda?”
Tanpa pikir panjang Reisya langsung
bergegas menuju bangsal Bundanya dirawat. Reisya menghentikan langkahnya di
depan pintu. Di dalam tampak, Ayah, Kakak dan Bunda. Bunda tampak sangat kurus
dan lemah. Ayah sudah beruban. Perasaan Reisya campur aduk. Tapi dia tak
melihat Yuri. Dimana dia?
Dan pertanyaan Reisya terjawab
beberapa jam kemudian. Dia melihat Yuri dengan tubuh dirinya sedang asik
menikmati makan malam sambil tertawa bersama Kak Rose. “Dasar makhluk tak tahu
diri!” Reisya tidak tahan untuk tidak mengumpat.
***
Hari operasi.
Reisya mondar-mandir dengan panik.
Ini memang bukan operasi pertamanya. Tapi ini adalah kali pertama dia harus
mengoperasi keluarganya. ‘Apa aku bisa selamatin Bunda?’
Merasa kalut, Reisya menuju tempat
persembunyiannya. Ruangan bawah tangga. Dan Reisya justru mendapati pemandangan
tak terduga. Yuri yang semalam terlihat ceria, sekarang sedang menangis
tersedu-sedu di depannya. Tentu saja Reisya sadar itu bukan pertunjukan. Jika
Yuri memang ingin mendapat simpati, dia tidak akan menangis di tempat sepi
seperti ini.
Reisya langsung berbalik pergi.
Bersiap memulai operasi. Berusaha terlihat percaya diri, Reisya langsung
memakai jubah operasi, dan masuk ruang operasinya.
“Hari ini saya akan memimpin
operasi di ruangan ini” Reisya langsung disambut dengan pemberitahuan
mengejutkan.
“Tapi, kenapa?” Reisya tak habis
pikir. Ini ruang operasinya.
“Karena saya yakin hasilnya akan jauh lebih baik” dan jawaban itu membuat Reisya membeku. Si Cowok Aneh.
Dokter tersebut berjalan mendekati
Reisya. “Bukan begitu dokter Reisya?” bisiknya tepat di telinga Reisya, membuat
bulu kuduk Reisya berdiri.
***
Setelah berkeras untuk ambil bagian
dalam proses operasi, akhirnya Reisya harus puas dengan menjadi bagian
anestesi. Dan setelah dua jam, operasi Bunda akhirnya selesai dengan sukses.
Membuat Reisya bisa bernapas lega.
Reisya keluar bangsal operasi.
Lagi, dia melihat Yuri yang tampak pucat sambil memelik kain milik Bunda.
“Rei, makan dulu ya, nanti kamu
ikutan sakit”
Yuri menggeleng.” Aku mau pastiin
Bunda baik-baik aja,,,”
Melihatnya, Reisya ikut meneteskan
air mata. “Aku pastiin Bunda akan baik-baik aja, Yuri,,”
***
Sudah beberapa hari semenjak Bunda
menjalani proses operasi. Dan Reisya selalu mengamati perkembangan kesehatan
Bunda dari jauh. Reisya membeli beberapa buah-buahan untuk dititipkan kepada
perawat yang piket di bangsal Bunda.
“Yuri, kan?” sebuah suara
menghentikan langkah Reisya. Tampak di depannya Yuri dengan tubuh dirinya.
Reisya melempar senyum tulus,
mendekati Yuri. Dan tanpa ragu sediktpun langsung memeluknya. “Gue minta maaf”
Reisya mengulang kata itu berkali-kali seperti kaset yang rusak. ”Makasih udah
jadi Reisya. Makasih udah jagain Bunda juga”
Yuri balas memeluknya. Dan mereka
berpelukan dalam tangis hingga beberapa waktu.
***
“Rei ini surat apa?”
Suara Bunda. Reisya langsung
membuka mata. Dan benar saja. Sosok yang selama ini dirindukannya muncul bersama
si kecil Rania.
“Bunda?”
“Ini surat apaan sih? Tulisannya
ada bahasa inggrisnya, Bunda nggak ngerti”
“Ini beneran Bunda kan? Beneran
Rania?” Reisya mengeluarkan pertanyaan yang membuat dua orang di depannya
mengerutkan dahi.
Reisya langsung mencari cermin.
“Aku beneran Reisya!” serunya senang saat melihat bayangan di cermin. “
Bundaaaaaa” Reisya kembali berlari ke arah Bunda dan memeluknya. “ Bunda,
Reisya kembali”
“Kamu kenapa sih?” Bunda semakin
heran.
“Bunda. Mulai sekarang Reisya janji
bakal nurut sama Bunda. Reisya cuma mau jadi anak Ayah sama Bunda. Jadi adeknya
Kak Rose. Jadi Kakaknya Rania. Reisya cuma mau terus jadi Reisya,” dan tanpa
menghiraukan keheranan Bunda, Reisya terus memeluk Bunda dengan erat.
EmoticonEmoticon