PINDAH IBU KOTA: ASA
JAKARTA MENJADI ‘New York’ INDONESIA
A.
Latar
Belakang Masalah
Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta menimbulkan
berbagai pro dan kontra bahkan di kalangan pejabat pemerintah. Beberapa pendapat
yang mendukung rencana ini diantaranya adalah dengan alasan beban demografi
Jakarta, problem Jakarta yang kompleks mulai dari masalah macet; banjir; air
bersih; hingga polusi, Jakarta yang tak lagi mempunyai daya dukung, hingga
harapan bahwa Jakarta akan menjadi kota yang lebih layak huni dan bisa
bertransformasi seperti London atau bahkan New York City.
Sementara beberapa kalangan yang menyatakan
kontra terhadap pemindahan Ibu kota menyertakan alasan pendukung seperti
bagaimana nasib pembangunan di pemerintahan selanjutnya, kebutuhan anggaran
yang terlalu besar di saat kondisi keuangan Indonesia masih sulit, penggunaan
lahan yang terlalu besar membuat Ibu kota baru berpotensi menjadi kota mati dan
gagal menjadi kota futuristik, hunian hotel di Jakarta yang biasa dipakai
untuk rapat dan seminar lembaga pemerintah akan anjlok, dan akan turunnya
tingkat okupansi gedung-gedung perkantoran di Jakarta yang akan ditinggalkan
oleh pemerintah.
B.
Isi
Tanpa adanya isu pemindahan Ibu kota, Jakarta sudah
menghadapi berbagai masalah. Dengan adanya pemidahan Ibu kota masalah baru yang
akan dihadapi Jakarta adalah terkait dengan pengelolaan gedung bekas
pemerintahan yang akan ditinggalkan. Dan tentu saja gagasan pemerintah yang
ingin menjadikan Jakarta menjadi New York City Indonesia. Untuk itu, Jakarta
harus bersiap menanggulangi masalah-masalah yang ada.
a.
Sejarah New York
City Vs Jakarta
Jas
merah. Begitulah jargon Soekarno, Presiden pertama Republik
Indonesia. New York City menjadi kota yang begitu besar dan dikagumi tentu ada
sejarahnya. Saat Amerika merdeka pada tahun 1776, New York sempat dinobatkan
menjadi Ibu kota dari tahun 1785 sampai tahun 1790, hingga pada 1791 Ibu kota
dipindahkan ke Philadelpia. Sebelum
menjadi pusat keuangan dunia seperti sekarang, New York sempat mengalami
kemunduran ekonomi pada tahun 1960-an.
Dan kini New York dikenal dunia dengan kemajuannya, beberapa landmark penting seperti patung Liberty
dan Times Square Empire State Building, hingga ke multikulturannya.
Dahulu, sebagian
besar wilayah Jakarta adalah rawa-rawa yang sebenarnya tidak tepat untuk
dijadikan pemukiman. Tapi, berkat pembangunan yang dilakukan arsitek Belanda dengan
mengacu pada negeri Belanda yang tiga perempat lahannya sebelumnya berada di
bawah permukaan air laut, rawa-rawa tersebut dapat disulap menjadi kota besar.
b.
Tata Ruang Kota
Jakarta
New York City, Sydney, dan Singapura melakukan
pemisahan zona yang tegas antara zona ruang terbuka hijau, zona komersial, zona
residensial, hingga zona industri.
Di New York City, perkantoran berkumpul dari Lower
Manhattan hingga Midtown. Sementara residensial, apartemen, dan hotel berkumpul
jadi satu dari kawasan Harlem hingga garis selatan Central Park.
Di Singapura tidak jauh berbeda. Zona CBD hanya dari
Tanjong Pagar hingga Clarke Quai, dimana setiap gedung terletak berhimpitan
sehingga memudahkan mobilitas para karyawannya.
Sementara di Jakarta, sama sekali tidak ada pemisahan
antara zona terbuka hijau, zona
komersial, hingga zona residensial. Hal ini membuat mobilitas antar karyawan
menjadi sulit.
Ditambah dengan
berkurangnya RTH akibat perkembangan kota yang
pesat. Bahkan walaupun alih fungsi lahan pertanian terjadi di luar Jakarta,
tetapi perubahan tersebut secara langsung berdampak terhadap kondisi lingkungan
hidup di Jakarta khususnya banjir.
c.
Sampah, Pencemaran
Sungai, Banjir, dan Tenggelam
40%
wilayah Jakarta lebih rendah dari laut, penurunan tanah yang mencapai 25
cm, sampah mencapai 7.000 ton sehari
hingga sungai yang tercemar 35 juta E.coli.
Masalah tersebut sebenarnya di awali dengan sampah. Menumpuknya sampah yang menyumbat aliran sungai dan
selokan dapat menyebabkan banjir, dan banjir dapat menyebabkan erosi sehingga
mempercepat daratan Jakarta untuk tenggelam.
Peningkatan
volume sampah di DKI Jakarta setiap tahunnya bertambah seiring dengan
peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk dan jumlah pertambahan gedung
apartemen, pertokoan, mall, perumahan, dan lain-lain.
Jakarta
dapat belajar dari beberapa kota yang telah berhasil ‘menjinakan’ sampah
mereka. Beberapa cara yang dapat ditempuh Jakarta diantaranya.
(1)
Menjadikan
sampah sebagai pembangkit listrik tenaga alternatif, hal ini sudah dilakukan
oleh Swedia, Belanda, Jepang dan Korea Selatan dengan konsep waste to energy-nya uap hasil pembakaran
sampah dijadikan pembangkit listrik.
Sampah
organik dapat dirubah menjadi biogas melalui proses fermentasi yang dibantu
oleh bakteri secara anaerob dengan suhu optimal adalah pada 37oC di
dalam reaktor biodigester. Proses pembusukan (retention time) berkisar antara 4-14 hari. Biogas tersebut
ditampung di dalam tempat penampungan untuk kemudian didistribusikan ke dalam
genset biogas sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Sisa pengolahan biogas
dapat dirubah menjadi pupuk cair dan pupuk kompos yang bernilai ekonomis.
(2)
Pemerintah
menyediakan fasilitas dan insentif bagi warga untuk memilah sampah sesuai
jenisnya. Di Korea disediakan kantong khusus sampah dengan warna berbeda, di
Inggris diberikan tempat sampah ukuran sedang dengan warna berbeda dan disertai
informasi sampah apa saja yang harus dimasukkan di tiap tutupnya.
(3)
Informasi mengenai
wilayah tinggal, jadi saat buang sampah sembarangan dapat di lacak.
(4)
Menyediakan satu
lantai khusus sampah di setiap apartemen.
(5)
Sampah khusus
untuk baju atau tekstil.
(6)
Pemerintah
mewajibkan perusahaan importir untuk mendaur ulang produk mereka. Perusahaan
manufaktur membayar dampak ke lingkungan sesuai jumlah pembuangan.
(7)
Untuk delivery makanan, pemilik restoran di
harapkan menggunakan tempat yang bisa dipakai ulang, dan bertanggung jawab
mengambil kembali wadah makanan dari pemesannya.
(8)
Menukar beberapa
kemasan produk bekas dengan satu produk baru.
(9)
Mengolah
sisa-sisa makanan dan dedaunan menjadi pupuk kompos dan biogas.
(10) Membangun taman
bermain dari sampah atau barang bekas.
(11) Menjadikan debu sisa pembakaran yang berupa slag
sebagai agregat bahan pembangunan jalan.
(12) Membersihkan cairan dari sampah basa dengan
penyulingan sehingga airnya bisa kembali dialirkan ke sungai.
(13) Mengikutsertakan peserta didik dari jenjang play group hingga universitas dalam
pengelolaan sampah dengan program eco
school, dimana siswa membawa alat keperluan makan sendiri sehingga tidak
memakai bungkus sekali pakai dan diadakan kerja bakti secara rutin setiap bulan
dan di hari-hari penting.
(14) Mengikutsertakan perusahaan dengan mewajibkan semua
karyawannya untuk kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar perusahaan setiap
beberapa waktu sekali.
(15) Meningkatkan keaktifan warga dengan mengadakan kerja
bakti, membangun bank sampah dan rumah kompos di lingkup RT/RW hingga kota
madya.
(16) Mengadakan Garbage
Clinical Insurance, dimana warga dapat menukar sampah dengan pelayanan
kesehatan maupun obat-obatan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembangunan 4
tempat
pengolahan sampah terpadu atau Intermediate
Treatment Facility (ITF), di Sunter, Cakung Cilincing, Marunda, dan Duri Kosambi selesai pada tahun 2023.
Namun faktanya hingga sekarang pembangunan ITF tidak kunjung terealisasikan
disebabkan oleh minimnya ketersediaan lahan untuk ITF, teknologi, amdal,
kejelasan investor hingga dicabutnya
Perpres No. 18 Tahun 2016.
Dan langkah berikutnya adalah menjinakan ‘banjir’ yang
seakan sudah menjadi acara tahunan Jakarta. Sekitar 40% dari luasan DKI Jakarta
merupakan dataran rendah, yang ketinggiannya 1 – 1,5 m di bawah muka air laut .
Itu artinya sekitar 26.460 ha wilayah DKI. Dan dari wilayah tersebut, baru
11.500 ha yang dilayani dengan Polder, masih ada 14.960 ha yang belum di
jangkau.
Terdapat 13 aliran sungai menuju laut yang kondisinya
terus mengalami pendangkalan dan penyempitan. Akibatnya fluktuasi debit sungai
sangat besar. Beberapa negara maju seperti Belanda dan Singapura berhasil
mengamankan daratan mereka dengan cara reklamasi. Namun, di Jakarta proyek
reklamasi tersebut menuai banyak kontra. Dengan menghilangkan reklamasi sebagai
solusi, berikut adalah beberapa cara yang dapat di tempuh Jakarta dalam
menangani banjir.
(1) Mengubah area
yang rawan banjir menjadi taman kota. Banjir dapat terjadi karena kurangnya
daerah resapan air. Dengan banyaknya tanaman, daya serap akan meningkat dan
mengurangi banjir.
(2) Menciptakan
danau buatan.
(3) Menambah jumlah
tanggul, pompa air banjir, kanal, terowongan dan waduk. Di Bangkok, digunakan
‘pipi monyet’ dengan polder sistem
berupa tanggul, 409 pompa air banjir, 1.682 kanal sepanjang 2.604 km, 7
terowongan sepanjang 19 km, dan 25 lokasi penampung air (waduk).
(4) Relokasi warga
sepanjang bantaran sungai dan pengendalian pemanfaatan ruang yang ketat.
(5) Lebih giat
untuk melakukan sosialisasi pembuatan sumur resapan dan biopori terhadap
masyarakat.
d.
Kemacetan
Jakarta dapat mencontek cara beberapa negara yang
berhasil berdamai dengan kemacetannya.
(1)
Memindahkan Ibu
kota seperti yang dilakukan Malaysia dan Korea.
(2)
Membangun jalur Golden Ring.
(3)
Konsep jalur
transportasi bawah tanah (MRT, LRT, dan
lainnya) yang langsung terhubung dengan Mall diatasnya.
(4)
Menerapkan
sistem pajak tinggi dan harga jual yang tinggi untuk kendaraan.
(5)
Menerapkan biaya
parkir yang tinggi 25.000/jam atau 3.000.000/bulan.
(6)
Jalan berbayar, Electronic Road Pricing, dimana
pengendara harus membayar biaya retribusi saat memasuki suatu kawasan.
(7)
Tiap kendaraan
wajib memiliki asuransi.
(8)
Menerapkan plat
berwarna, merah hanya bisa digunakan saat weekend
dengan pajak lebih rendah, dan hitam bisa digunakan setiap hari dengan pajak
lebih tinggi.
(9)
Pembatasan emisi
tiap kendaraan, dengan memasang sticker uji emisis yang wajib diperbaharui dua tahun sekali dengan biaya mahal.
(10) Larangan parkir on
street
(11) Pembedaan jam masuk kantor dan sekolah
Jakarta sudah melakukan beberapa inisiatif, diantaranya
adalah dengan mengadakan rekayasa lalu lintas Area Traffic Control System (ATCS), namun belum optimal karena
banyaknya hambatan pada ruas jalan dan persimpangan. Selain ATCS Jakarta juga
menerapkan aturan 3 in 1, yang
mewajibkan mobil berpenumpang 3 orang saat melewati Sudirman-Thamrin pada pagi
dan sore hari. Aturan ini pun hanya bisa mengurangi lalu lintas di kawasan Sudirman-.
Thamrin. Cara lain dengan memperbanyak transportasi umum berkondisi layak, seperti transjakarta, KRL,
MRT, dan LRT bus sekolah hingga bus instansi dan upaya membangun jalur-jalur sepeda, serta mengadakan
car free day.
e.
Okupansi
gedung-gedung bekas pemerintahan
Karena Pemprov DKI tidak memiliki wewenang atas
kepemilikian gedung, langkah yang bisa dilakukan adalah kerjasama antara pihak
swasta dengan pemerintah pusat untuk menjadikan gedung-gedung bekas tersebut
sebagai tempat usaha atau bisnis dengan mempertimbangkan harga yang terjangkau,
agar pihak swasta mampu membelinya tanpa harus memikirkan biaya perbaikan
gedung.
Cara lain adalah menyulap gedung-gedung bekas tersebut
menjadi, museum, perpustakaan hingga hotel bintang lima. Dimana Jakarta bisa
menampung wisatawan pengunjung Kepulauan Seribu atau sekedar wisata
belanja.
f.
Jakarta Smart City
Komponen
dalam smart city diantaranya:
(1)
Smart lighting :
memantau, mematikan dan menyalakan lampu penerangan dari jarak jauh.
(2)
Smart parking :
memesan tempat parkir di suatu tempat dapat menanggulangi masalah parkir liar,
dan tilang online.
(3)
Waste management : memantau penampungan sampah dari jarak jauh.
(4)
Connected manhole : memantau,temperatur gorong-gorong.
(5)
Smart electricity : mengetahui data pemakaian listrik konsumen.
Jakarta adalah salah satu kota yang sudah menerapkan
konsep smart city. Jika konsep ini
dievaluasi kembali dan dijalankan dengan benar, maka impian pemerintah untuk
menjadikan Jakarta sebagai ‘New York’ Indonesia akan terjadi.
C.
Penutup
Saat
ini Jakarta di harapkan menjadi ‘New York’
Indonesia, saat melepas status Ibu kota. Untuk mewujudkan hal tersebut, Jakarta
harus berbenah dengan segala jenis masalahnya yang meliputi sampah, banjir, dan
kemacetan. Ditambah masalah baru hasil peninggalan dari ‘Ibu kota’ berupa
pemanfaatan gedung pemerintahan.
Jakarta gagal mengelola kotanya, karena tidak
melibatkan partisipasi aktif warga. Sehingga warga tidak punya rasa memiliki
atau sense of belonging, sehingga
pemprov hanya berjalan sendiri.
Dengan rasa memiliki yang biasa dikenal dengan sense of belonging seorang akan
bertindak peduli, terikat, dan memiliki
empati. Untuk itu, langkah utama dan paling utama adalah dengan meningkatkan sense of belonging dari warga Jakarta
sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengan sosialisasi (pengajian, peringatan kemerdekaan,
arisan, film dan lainnya), pelibatan warga secara aktif, pemberian insentif,
hingga sanksi.
DAFTAR PUSTAKA
Mungkasa, Oswar
Muadzin.Jakarta: Masalah dan Solusi. Jakarta: Bappenas.
Mulyadin, R. Mohammad,
Mohamad Iqbal dan Kuncoro Ariawan. (2018). Konflik pengelolaan Sampah Di DKI Jakarta Dan Upaya
Mengatasinya.
Jurnal
Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 15 No.2, 179-191.
Rahardjo, Adisasmita
dan Sakti
Adji
Adisasmita. (2011). Logika Pemindahan Ibu Kota Jakarta.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sanjaya, Pierre. (2019). Jakarta
2045: Smart City for Millenials. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suciatiningrum,
Dini. (2019, 16 Oktober).
5 Masalah Jakarta Pemicu Pindahnya Ibu kota. https://www.idntimes.com/news/indonesia/dini-suciatiningrum/5-masalah-jakarta-pemicu-pindahnya-ibu-kota/full,
pada tanggal 16 Oktober
2019 pukul 5:34 pm.
Wijaya, John
Simon. (2019, 21
Oktober). Menyusun Kembali Tata Ruang Jakarta.https://www.kompasiana.com/johnsimonwijaya/552a1484f17e617d56d623c7/menyusun-kembali-tata-ruang-jakarta,
pada tanggal 21
Oktober 2019 pukul 1:31 pm.
Zulkodri.
(2019, 16 Oktober).
Jusuf Kalla Ungkap Alasan Ibukota Negara Mau Dipindahkan, Mau Jadikan Jakarta
Seperti New York. https://bangka.tribunnews.com/2019/05/02/jusuf-kalla-ungkap-alasan-ibukota-negara-mau-dipindahkan-mau-jadikan-jakarta-seperti-new-york?page=2,
pada tanggal 16 Oktober
2019 pukul 4:20 pm.
EmoticonEmoticon